1.
|
Ketentuan
Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
- Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang
meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya, serta
tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen
yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai
kepabeanan.
- Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat
atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak,
dan barang tidak berwujud.
- Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-undang ini.
- Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan
penyerahan Barang Kena Pajak.
- Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu
barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk
jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
- Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak
berdasarkan Undang-undang ini.
- Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan
pemberian Jasa Kena Pajak.
- Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean.
- Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari
luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
- Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap
kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah
Pabean ke luar Daerah Pabean.
- Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan
menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk
atau sifatnya.
- Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
- Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam
bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan
barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan
usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
Daerah Pabean.
- Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan
Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini.
- Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses
mengubah bentuk dan/atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi
barang baru atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber
daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan
kegiatan tersebut.
- Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
- Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena
penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
- Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena
penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak, atau nilai berupa
uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
- Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi
dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan
dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
dipungut menurut Undang-Undang ini.
- Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima
atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar
atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut.
- Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang
menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang
membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak
tersebut.
- Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat
oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
- Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang
seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan
Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau
impor Barang Kena Pajak.
- Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai
terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang
Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau
ekspor Jasa Kena Pajak.
- Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
- Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan
Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang
oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau
instansi Pemerintah tersebut.
- Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah setiap
kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah
Pabean di luar Daerah Pabean.
- Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan
penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar Daerah Pabean.
|
2.
|
Ketentuan
Pasal 1A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
1A
(1)
|
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan
Barang Kena Pajak adalah:
- penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu
perjanjian;
- pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu
perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing);
- penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang
perantara atau melalui juru lelang;
- pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas
Barang Kena Pajak;
- Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
- penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang
atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
- penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan
- penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena
Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan
prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha
Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
|
(2)
|
Yang tidak termasuk dalam pengertian
penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
- penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang;
- penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan
utang-piutang;
- Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan
pemusatan tempat pajak terutang;
- pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak;
dan
- Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak
dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b
dan huruf c.”
|
|
3.
|
Ketentuan
Pasal 3A diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
3A
(1)
|
Pengusaha yang melakukan penyerahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f,
huruf g, dan huruf h, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.
|
(1a)
|
Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
|
(2)
|
Pengusaha Kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
(3)
|
Orang pribadi atau badan yang
memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf d dan/atau yang
memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e wajib memungut, menyetor, dan melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang penghitungan dan tata caranya
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.”
|
|
4.
|
Ketentuan
Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
4
(1)
|
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
- penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
yang dilakukan oleh Pengusaha;
- impor Barang Kena Pajak;
- penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
yang dilakukan oleh Pengusaha;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
- pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean;
- ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha
Kena Pajak;
- ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak; dan
- ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
|
(2)
|
Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan
jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
|
|
5.
|
Ketentuan
Pasal 4A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
4A
(1)
|
Dihapus.
|
(2)
|
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai
berikut:
- barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran
yang diambil langsung dari sumbernya;
- barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat banyak;
- makanan dan minuman yang disajikan di hotel,
restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan
minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan
dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
- uang, emas batangan, dan surat berharga.
|
(3)
|
Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai
berikut:
- jasa pelayanan kesehatan medik;
- jasa pelayanan sosial;
- jasa pengiriman surat dengan perangko;
- jasa keuangan;
- jasa asuransi;
- jasa keagamaan;
- jasa pendidikan;
- jasa kesenian dan hiburan;
- jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
- jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa
angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari jasa angkutan udara luar negeri;
- jasa tenaga kerja;
- jasa perhotelan;
- jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum;
- Jasa penyediaan tempat parkir;
- Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
- Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
- Jasa boga atau catering
|
|
6.
|
Ketentuan
Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
5
(1)
|
Disamping pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dikenai juga Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah terhadap:
- Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di
dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan
- impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
|
(2)
|
Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
|
|
7.
|
Ketentuan
Pasal 5A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
5A
(1)
|
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan
Barang Kena Pajak yang dikembalikan dapat dikurangkan dari Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang
Kena Pajak tersebut.
|
(2)
|
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan
Jasa Kena Pajak yang dibatalkan, baik seluruhnya maupun sebagian, dapat
dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dalam Masa Pajak
terjadinya pembatalan tersebut.
|
(3)
|
Ketentuan mengenai tata cara pengurangan
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
pengurangan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
|
|
8.
|
Ketentuan
Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) diubah sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal
7
(1)
|
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%
(sepuluh persen).
|
(2)
|
Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0%
(nol persen) diterapkan atas:
- ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
- ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
- ekspor Jasa Kena Pajak.
|
(3)
|
Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling
tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
|
|
9.
|
Ketentuan
Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal
8
(1)
|
Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah
ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling
tinggi 200% (dua ratus persen).
|
(2)
|
Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).
|
(3)
|
Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena
Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
|
(4)
|
Ketentuan mengenai jenis Barang yang
dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.”
|
|
10.
|
Diantara
Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 8A yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal
8A
(1)
|
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
dengan Dasar Pengenaan Pajak yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai
Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain.
|
(2)
|
Ketentuan mengenai nilai lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
|
|
11.
|
Ketentuan
Pasal 9 ayat (1) dihapus, ayat (2), ayat (2a), ayat 3, ayat (4), ayat (5),
ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (13) dan ayat (14) diubah, diantara ayat
(2a) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2b), diantara ayat
(4) dan ayat (5) disisipkan 6 (enam) ayat, yakni ayat (4a) sampai dengan ayat
(4f), diantara ayat (6) dan ayat (7) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat
(6a) dan ayat (6b), dan diantara ayat (7) dan ayat (8) disisipkan 2 (dua)
ayat, yakni ayat (7a) dan ayat (7b), sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal
9
(1)
|
Dihapus.
|
(2)
|
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak
dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
|
(2a)
|
Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum
berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak
Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
|
(2b)
|
Pajak Masukan yang dikreditkan harus
menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9).
|
(3)
|
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak
Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan
Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
|
(4)
|
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran,
selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak
berikutnya.
|
(4a)
|
Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir
tahun buku.
|
(4b)
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimasud pada ayat (4) dan ayat (4a), atas kelebihan Pajak Masukan dapat
diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh:
- Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang
Kena Pajak Berwujud;
- Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai;
- Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak
Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
- Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud;
- Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa
Kena Pajak; dan/atau
- Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
|
(4c)
|
Pengembalian kelebihan Pajak Masukan
kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4b) huruf a
sampai dengan huruf e, yang mempunyai kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak
berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (1) Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya.
|
(4d)
|
Ketentuan mengenai Pengusaha Kena Pajak
berisiko rendah yang diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (4c) diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
|
(4e)
|
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan
pemeriksaan terhadap pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(4c) dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak.
|
(4f)
|
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4e), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya.
|
(5)
|
Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha
Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan
penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang
terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan
penyerahan yang terutang pajak.
|
(6)
|
Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha
Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan
penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk
penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan
pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan
yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
|
(6a)
|
Pajak Masukan yang telah dikreditkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) dan telah diberikan pengembalian wajib
dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak
tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama
3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak Pengkreditan Pajak Masukan dimulai.
|
(6b)
|
Ketentuan mengenai penentuan waktu,
penghitungan, dan tata cara pembayaran kembali sebagaimana dimaksud pada
ayat (6a) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
(7)
|
Besarnya Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang peredaran usahanya dalam 1
(satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu, kecuali Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7a), dapat dihitung dengan
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
|
(7a)
|
Besarnya Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha
tertentu dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan.
|
(7b)
|
Ketentuan mengenai peredaran usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), kegiatan usaha tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (7a), dan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (7a)
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
(8)
|
Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran
untuk:
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
- perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor
berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau
disewakan;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- dihapus;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur
Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (6);
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan; dan
- perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal
atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
|
(9)
|
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan,
tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama,
dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan
sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
|
(10)
|
Dihapus.
|
(11)
|
Dihapus.
|
(12)
|
Dihapus.
|
(13)
|
Ketentuan mengenai penghitungan dan tata
cara pengembalian kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4a), ayat (4b), dan ayat (4c) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
|
(14)
|
Dalam hal terjadi penggalihan Barang Kena
Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha, Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak yang
dialihkan yang belum dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang mengalihkan
dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menerima pengalihan,
sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah terjadinya pengalihan dan
Pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau
dikapitalisasi.
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar